Selasa, September 16, 2025
BerandaOPINI HUKUMPRINSIP PERSIDANGAN TERBUKA DAN TERTUTUP UNTUK UMUM

PRINSIP PERSIDANGAN TERBUKA DAN TERTUTUP UNTUK UMUM

Sidoarjo https://mediarestorasiindonesia.com Persidangan di pengadilan pada prinsipnya dilaksanakan secara terbuka, kecuali dalam perkara mengenai asusila atau terdakwanya anak-anak.

Prinsip ini dijelaskan dalam Pasal 153 ayat (3) UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP.

Pasal tersebut menjelaskan bahwa untuk keperluan pemeriksaan Hakim Ketua sidang, membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya adalah anak-anak.

Pengecualian sidang terbuka untuk umum sehingga sidang dinyatakan tertutup untuk umum adalah untuk kasus-kasus dalam ranah hukum :

keluarga,

pidana anak,

kasus kesusilaan, dan kasus tertentu yang diatur dalam beberapa ketentuan.

Pasal 70 ayat (2) UU PTUN menjelaskan, apabila Majelis Hakim memandang bahwa sengketa yang disidangkan menyangkut ketertiban umum atau keselamatan negara, persidangan dapat dinyatakan tertutup untuk umum.

Kemudian, Pasal 80 ayat (2) UU Peradilan Agama menjelaskan, pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan dalam sidang tertutup. Lalu, pada Pasal 141 ayat (2) dan (3) UU Peradilan Militer menjelaskan :

(2) untuk keperluan pemeriksaan, Hakim Ketua membuka sidang dan menyatakan sidang terbuka untuk umum, kecuali dalam perkara kesusilaan sidang dinyatakan tertutup untuk umum

(3) dalam perkara yang menyangkut rahasia militer dan/atau rahasia negara, Hakim dapat menyatakan sidang tertutup untuk umum

Selanjutnya dalam Pasal 54 UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Sidang Anak, menjelaskan Hakim memeriksa perkara anak dalam sidang yang dinyatakan tertutup untuk umum, kecuali pembacaan putusan.

Ketentuan dalam sidang terbuka untuk umum ini diperuntukkan untuk pers menyiarkan persidangan, termasuk melakukan siaran langsung. Berbagai sidang di pengadilan yang telah terjadi, beberapa kali disiarkan secara langsung ataupun tidak langsung oleh pers.

Mengenai siaran langsung di persidangan ini, memiliki ketentuan. Hal ini diatur dalam Pasal 36 ayat (4) UU Penyiaran yang menyatakan bahwa isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh mengutamakan kepentingan golongan  tertentu.

Pasal ini menjelaskan, adanya penyiaran secara langsung dari pengadilan dilarang memuat komentar-komentar publik atau ahli yang menyebabkan adanya peradilan oleh publik, dan hal ini membuat ketidaknetralan suatu lembaga penyiaran.

Kemudian, selain siaran harus netral, isi siaran juga dilarang memuat fitnah, menghasut, menyesatkan, dan atau bohong, menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalahgunaan narkoba, atau mempertentangkan suku, agama, ras, dan golongan.

Pengadilan merupakan badan atau instansi resmi yang melaksanakan sistem peradilan berupa memeriksa, mengadili, dan memutus perkara. Bentuk dari sistem peradilan yang dilaksanakan di pengadilan adalah sebuah forum publik yang resmi dan dilakukan berdasarkan hukum acara yang berlaku di Indonesia.

Masyarakat umum atau publik boleh hadir dalam proses persidangan di pengadilan yang dinyatakan terbuka untuk umum oleh Hakim, namun tidak dapat hadir di dalam sidang yang tertutup untuk umum sehingga yang bukan merupakan pihak yang berperkara atau dalam kapasitas sebagai kuasa hukum tidak diperbolehkan hadir.

Di dalam ketentuan Pasal 195 KUHAP menyatakan bahwa semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan di sidang terbuka untuk umum, dan berlaku untuk semua proses persidangan baik yang terbuka maupun tertutup untuk umum.

Prinsip Persidangan Terbuka untuk Umum

Dalam perkara pidana,

persidangan yang terbuka untuk umum pada dasarnya adalah hak terdakwa,

yakni hak untuk diadili di sidang pengadilan yang terbuka untuk umum.

Prinsip ini disebut juga dalam Pasal 153 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”):

“Untuk keperluan pemeriksaan hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak.”

Tidak dipenuhinya ketentuan ini mengakibatkan batalnya putusan demi hukum.

Menurut Yahya Harahap, dalam bukunya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali (hal. 110), hal ini bertujuan agar semua persidangan pengadilan jelas, terang dilihat dan diketahui masyarakat. Tidak boleh persidangan gelap dan bisik-bisik.

Tak hanya diatur di KUHAP, Pasal 13 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (“UU 48/2009”) juga mengatur tentang persidangan terbuka untuk umum, yaitu:

1. Semua sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum, kecuali undang-undang menentukan lain.

2. Putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.

3. Tidak dipenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) mengakibatkan putusan batal demi hukum.

*Pengecualian Sidang Terbuka untuk Umum*

Pengecualian sidang terbuka untuk umum (sidang dinyatakan tertutup untuk umum) pada umumnya adalah untuk kasus-kasus dalam ranah hukum keluarga, pidana anak, kasus kesusilaan dan beberapa kasus tertentu sebagaimana diatur dalam beberapa ketentuan berikut:

a. Pasal 70 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (“UU PTUN”) sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara:

“Apabila Majelis Hakim memandang bahwa sengketa yang disidangkan menyangkut ketertiban umum atau keselamatan negara, persidangan dapat dinyatakan tertutup untuk umum.”

b. Pasal 80 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (“UU Peradilan Agama”) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama:

Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan dalam sidang tertutup.”

c. Pasal 141 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer (“UU Peradilan Militer”):

Perkara yang menyangkut kesusilaan, rahasia militer dan/atau rahasia negara disidangkan secara tertutup.

d. Pasal 54 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (“UU SPPA”):

“Hakim memeriksa perkara Anak dalam sidang yang dinyatakan tertutup untuk umum, kecuali pembacaan putusan.”

Jadi, semua persidangan pada dasarnya terbuka untuk umum, kecuali diatur lain oleh undang-undang. Meski demikian, untuk semua proses persidangan baik yang terbuka maupun tertutup untuk umum berlaku ketentuan Pasal 195 KUHAP yang menyatakan bahwa semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan di sidang terbuka untuk umum.

Dalam artikel Putusan Pengadilan Akan Terbuka Untuk Umum, Bagir Manan (yang saat itu menjabat sebagai Ketua Mahkamah Agung) berpendapat bahwa putusan itu sekali diucapkan, maka menjadi milik publik.

Karena diucapkan dalam sidang terbuka maka itu menjadi milik publik, tidak lagi milik dari mereka yang berperkara saja. Setiap mereka yang berkepentingan berhak untuk mengetahui putusan itu.

Maksud Terbuka Untuk Umum

Dalam artikel Bolehkah Masyarakat Umum Mengikuti Persidangan di Pengadilan?

dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan terbuka untuk umum adalah masyarakat umum boleh hadir dalam persidangan di pengadilan yang dinyatakan terbuka untuk umum oleh Hakim.

Akan tetapi, untuk persidangan yang dinyatakan tertutup untuk umum, masyarakat tidak dapat hadir jika bukan merupakan pihak yang berperkara atau dalam kapasitas sebagai kuasa hukum.

Lebih lanjut Yahya menjelaskan, semua persidangan pengadilan terbuka untuk umum. Pada saat majelis hakim hendak membuka sidang, harus menyatakan “sidang terbuka untuk umum”. Setiap orang yang hendak mengikuti jalannya persidangan, dapat hadir memasuki ruangan sidang. Pintu dan jendela ruangan sidang pun terbuka, sehingga dengan demikian makna prinsip persidangan terbuka untuk umum benar-benar tercapai (hal. 110).

Akan tetapi harus diingat, dengan diperbolehkan masyarakat menghadiri persidangan pengadilan, jangan sampai kehadiran mereka mengganggu ketertiban jalannya persidangan karena setiap orang wajib menghormati martabat lembaga peradilan khususnya bagi orang yang berada di ruang sidang sewaktu persidangan sedang berlangsung.

 

*6 Kasus yang Menerapkan Sidang Tertutup untuk Umum*

1. *Anak yang Berhadapan dengan Hukum*

Salah satu persidangan yang tertutup untuk umum adalah perkara persidangan anak yang berhadapan dengan hukum (ABH).

Dasar hukum bisa kita lihat dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Pasal 54 menentukan:

“_Hakim memeriksa perkara Anak dalam sidang yang dinyatakan tertutup untuk umum, kecuali pembacaan putusan.”_

Anak yang berhadapan dengan hukum adalah anak yang menjadi korban, saksi dalam tindak pidana telah berumur 12 tahun tetapi belum berumur 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana.

Usia dewasa yang dimaksud dalam Sistem Peradilan Pidana Anak adalah 18 tahun.

Siapa saja yang bisa masuk dalam ruang persidangan ABH ini? 

Yang dapat masuk dalam ruang persidangan adalah Hakim tunggal, Penuntut Umum Anak, Pembimbing Kemasyarakatan, Keluarga, Penasihat Hukum Anak, saksi, dan korban. Selebihnya, tidak diperkenankan berada di ruang persidangan.

Untuk persidangan yang menghadirkan saksi anak pun, Hakim biasanya membuka sidang yang tertutup untuk umum.

2. *Tindak Pidana Kesusilaan*

Selanjutnya, sidang tertutup untuk umum biasanya diterapkan pada kasus tindak pidana kesusilaan. Misalnya seorang dewasa melakukan kekerasan seksual terhadap anak. Di samping itu bisa juga terkait dengan kasus pemerkosaan.

Dasar hukum persidangan tertutup untuk umum ini bisa kita jumpai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Ketentuan Pasal 153 ayat (3) KUHAP menyebutkan:

“_Untuk keperluan pemeriksaan, hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak”._

Di samping diatur dalam KUHAP, juga terdapat dalam ketentuan Pasal 141 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer (UU Peradilan Militer), yang menentukan:

“_Untuk keperluan pemeriksaan, Hakim Ketua membuka sidang dan menyatakan sidang terbuka untuk umum, kecuali dalam perkara kesusilaan sidang dinyatakan tertutup untuk umum”._

Untuk kasus tindak pidana kesusilaan tersebut, karena menyangkut privasi, maka Hakim dapat membuka sidang yang tertutup untuk umum.

3. *Tindak Pidana KDRT*

Tindak pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) ini biasanya disidangkan tertutup untuk umum. Misalnya hal-hal yang menyangkut ketentuan Pasal 46 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU 23/2004).

Adapun bunyi Pasal 46 UU 23/2004 yaitu:

“_Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau denda paling banyak Rp 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah)”._

Ketentuan tersebut merujuk kepada Pasal 8 huruf a yang berbunyi, salah satu bentuk kekerasan seksual adalah:

“_Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut”._

Tindak pidana KDRT ini disidangkan tertutup untuk umum, karena biasanya mengandung muatan kekerasan seksual. Dengan pertimbangan untuk memberikan perlindungan terhadap harkat dan martabat kemanusiaan dalam perkara KDRT yang mengandung muatan kekerasan seksual, Majelis Hakim mengatakan sidang tertutup untuk umum.

4. *Perceraian*

Di samping perkara pidana di atas, terdapat juga perkara perdata khusus, berupa perceraian.

Dasar hukum sidang perceraian tertutup untuk umum dapat kita lihat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama Pasal 80 Ayat (2) menentukan:

“_Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan dalam sidang tertutup.”_

Perceraian untuk mereka yang beragama Islam, dilakukan di Peradilan Agama. Untuk mereka yang selain Muslim, perceraian dilakukan melalui Peradilan Umum—dalam hal ini Pengadilan Negeri.

5. *Sengketa yang Menyangkut Kepentingan Umum atau Kepentingan Negara*

Sengketa yang menyangkut kepentingan umum atau kepentingan negara juga merupakan salah satu sidang tertutup untuk umum. Pengaturan ini dapat kita jumpai dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (UU Peratun).

Pasal 70 Ayat (2) UU Peratun menentukan:

“_Apabila Majelis Hakim memandang bahwa sengketa yang disidangkan menyangkut ketertiban umum atau keselamatan negara, persidangan dapat dinyatakan tertutup untuk umum.”_

6. *Perkara Rahasia Militer atau Rahasia Negara*

Sangat jarang masyarakat yang menyaksikan secara langsung persidangan di Pengadilan Militer. Namun, untuk melengkapi tulisan ini, perkara rahasia militer atau rahasia negara juga merupakan sidang tertutup untuk umum. Selain perkara kesusilaan sebagaimana disebutkan di atas, menurut ketentuan Pasal 141 Ayat (3) UU Peradilan Militer menyebutkan:

“_Dalam perkara yang menyangkut rahasia militer dan/atau rahasia negara, Hakim Ketua dapat menyatakan sidang tertutup untuk umum”._

Dasar hukum:

1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;

2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara;

3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama;

4. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer;

5. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman;

6. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Referensi:

Harahap, Yahya. 2010. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali). Jakarta: Sinar Grafika.

PENULIS: ISKANDAR LAKA, SH,MH.

Pengampu: Hukum Pidana Pada Fakultas Hukum Universitas Yos Soedarso Surabaya & Ketua Pembina Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Fajar Panca Yudha (YLBH-FPY).

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Most Popular